Anak yang
hiperaktif merasa kesulitan dalam memfokuskan diri pada satu hal. Anak yang
hiperaktif cenderung tidak menyimak orang lain, tidak sabar, bersikap impulsif
(bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati[1]), dan
ingin terus bergerak atau tidak bisa diam. Hal tersebut dikatakan dalam bahasa
psikologi sebagai ADHD (attention deficit hyperactive disorder). ADHD
merupakan salah satu karakteristik dalam gangguan kognitif.[2]
Kognitif
merupakan suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan,
menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif
berhubungan dengan tingkat kecerdasan intelegensi yang menandai seseorang
dengan berbagai minat terutama ditunjukan kepada ide-ide dan belajar.[3] Kebanyakan
anak yang mengalami ADHD berusia berkisar 4 sampai 14 tahun. ADHD yang dialami
pada masa kanak-kanak dapat terbawa sampai dewasa, bahkan sampai tua.[4]
Pada kasus anak
ADHD, para ahli menyatakan ada dua faktor penyebab anak mengalami ADHD, yaitu
faktor biologis dan faktor lingkungan (non-biologis). Faktor biologis yaitu
karena adanya kerusakan kecil di otak
yang membuat anak sulit memfokuskan konsentrasi dan mengontrol aktivitas fisiknya.[5]
Kemudian, faktor lingkungan (non-biologis) lebih disebabkan karena pola asuh
dan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak seperti makanan atau
minuman yang banyak mengandung gula dan bahan kimia untuk pewarna dan pengawet.
Lalu ada juga yang disebabkan kebiasaan tidur anak yang kurang baik.[6]
Dilain referensi menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami ADHD ada beberapa
faktor yaitu faktor kehamilan dan kelahiran dimana masalah ini terjadi selama
masa kehamilan, seperti alergi, stres, serta komplikasi dalam proses kelahiran
berperan dalam penyebab anak hiperaktif. Selanjutnya beberapa anak hiperaktif
menderita kekurangan zat gizi, seperti zat besi, magnesium atau vitamin B12.[7]
Dalam menangani anak yang hiperaktif, peran
orang tua sangat dibutuhkan dengan memberikan perhatian penuh kelembutan dan kesabaran.
Ada beberapa cara penanganan atau terapi untuk anak hiperaktif, di antaranya
yaitu terapi psikologis yang melibatkan psikiater dan orang tua si anak. Terapi
psikologis terhadap anak dilakukan secara hati-hati berupa terapi perubahan
perilaku. Terapi ini dilakukan dengan sistem “token” atau sistem hadiah (reward)
untuk meningkatkan kemampuan memusatkan konsentrasinya dan perilaku kooperatif.
Terapi ini membutuhkan waktu relatif lama dan membutuhkan perencanaan,
kesabaran dan ketelatenan. Jika terapi ini gagal, barulah kita mempertimbangkan
penggunaan terapi obat.[8]
Penanganan dini ADHD lainnya antara lain terapi
nutrisi yaitu dengan diet karbohidrat, terapi bio medis seperti terapi herbal,
akupuntur. Kemudian modifikasi perilaku yaitu dengan cara interaksi sosial,
bahasa dan perawatan diri sendiri dan terakhir ialah melalui terapi bermain.[9]
[1]
KBBI Offline versi 1.5/impulsif.
[2]
Nilam Widyarini, Seri Psikologi Populer: Relasi Orang tua & anak,
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 47.
[3] Ahmad Susanto, Perkembangan
Anak Usia Dini, Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2011), hlm. 19.
[4]
Nilam Widyarini, loc. cit.
[5]
Ibid.
[6]
Ibid.
[7]
June Thompson, Toddlercare: Pedoman Merawat Balita, terj. Novita
Jonathan, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 89.
[8]
Nilam Widyarini, op. cit., hlm. 48.
[9]
http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/03/penanganan-terkini-gangguan-belajar-disleksia-pada-anak/
(diakses tanggal 20 April 2013, pukul
21.43 WIB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar