Rabu, 21 September 2016

Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)













Anak yang hiperaktif merasa kesulitan dalam memfokuskan diri pada satu hal. Anak yang hiperaktif cenderung tidak menyimak orang lain, tidak sabar, bersikap impulsif (bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati[1]), dan ingin terus bergerak atau tidak bisa diam. Hal tersebut dikatakan dalam bahasa psikologi sebagai ADHD (attention deficit hyperactive disorder). ADHD merupakan salah satu karakteristik dalam gangguan kognitif.[2]
Kognitif merupakan suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan intelegensi yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditunjukan kepada ide-ide dan belajar.[3] Kebanyakan anak yang mengalami ADHD berusia berkisar 4 sampai 14 tahun. ADHD yang dialami pada masa kanak-kanak dapat terbawa sampai dewasa, bahkan sampai tua.[4]
Pada kasus anak ADHD, para ahli menyatakan ada dua faktor penyebab anak mengalami ADHD, yaitu faktor biologis dan faktor lingkungan (non-biologis). Faktor biologis yaitu karena adanya  kerusakan kecil di otak yang membuat anak sulit memfokuskan konsentrasi dan mengontrol aktivitas fisiknya.[5] Kemudian, faktor lingkungan (non-biologis) lebih disebabkan karena pola asuh dan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak seperti makanan atau minuman yang banyak mengandung gula dan bahan kimia untuk pewarna dan pengawet. Lalu ada juga yang disebabkan kebiasaan tidur anak yang kurang baik.[6] Dilain referensi menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami ADHD ada beberapa faktor yaitu faktor kehamilan dan kelahiran dimana masalah ini terjadi selama masa kehamilan, seperti alergi, stres, serta komplikasi dalam proses kelahiran berperan dalam penyebab anak hiperaktif. Selanjutnya beberapa anak hiperaktif menderita kekurangan zat gizi, seperti zat besi, magnesium atau vitamin B12.[7]
Dalam menangani anak yang hiperaktif, peran orang tua sangat dibutuhkan dengan memberikan perhatian penuh kelembutan dan kesabaran. Ada beberapa cara penanganan atau terapi untuk anak hiperaktif, di antaranya yaitu terapi psikologis yang melibatkan psikiater dan orang tua si anak. Terapi psikologis terhadap anak dilakukan secara hati-hati berupa terapi perubahan perilaku. Terapi ini dilakukan dengan sistem “token” atau sistem hadiah (reward) untuk meningkatkan kemampuan memusatkan konsentrasinya dan perilaku kooperatif. Terapi ini membutuhkan waktu relatif lama dan membutuhkan perencanaan, kesabaran dan ketelatenan. Jika terapi ini gagal, barulah kita mempertimbangkan penggunaan terapi obat.[8]
Penanganan dini ADHD lainnya antara lain terapi nutrisi yaitu dengan diet karbohidrat, terapi bio medis seperti terapi herbal, akupuntur. Kemudian modifikasi perilaku yaitu dengan cara interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri dan terakhir ialah melalui terapi bermain.[9]




[1] KBBI Offline versi 1.5/impulsif.
[2] Nilam Widyarini, Seri Psikologi Populer: Relasi Orang tua & anak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 47.
[3] Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 19.
[4] Nilam Widyarini, loc. cit.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] June Thompson, Toddlercare: Pedoman Merawat Balita, terj. Novita Jonathan, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 89.
[8] Nilam Widyarini, op. cit., hlm. 48.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar